Pernah terpikir oleh Anda untuk merayakan hari anak dengan sebuah tindakan sederhana: mematikan TV lantas mengajak anak Anda, anak-anak didik Anda untuk sekadar menikmati dan memaknai hari tanpa ”kotak ajaib” itu? Izinkan satu hari itu anak-anak Anda terbebas dari tayangan TV kita yang lebih didominasi oleh adegan-adegan yang mengandung kekerasan, seks/pornografi, gosip baik melalui sinetron, berita maupun infotainment.
Sudah terlalu banyak ulasan dan keberatan masyarakat tentang dampak negatif TV bagi anak. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tayangan televisi kita tidak ramah pada anak-anak dan sekadar menjadikannya pasar atas produk-produk iklan yang ditawarkan. Waktu ideal anak untuk hanya menonton TV sehari maksimal 2 jam saja (itu pun tontonan yang sehat) tampaknya jarang dipenuhi oleh anak-anak Indonesia. Sebuah penelitian dari Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), sebuah LSM yang mendedikasikan diri pada kehidupan bermedia anak-anak secara sehat, menunjukkan bahwa rata-rata anak Indonesia menonton tayangan TV (itu pun bisa dikategorikan tidak aman) selama 3-5 jam sehari atau 30-35 jam seminggu. Tidak jarang bahkan yang ditonton anak-anak justru ditujukan untuk orang dewasa. Berapa banyak anak-anak yang dibiarkan ikut menikmati adegan penuh amarah di sinetron saat menemani ibu atau mengasuhnya, atau menemani bapak menonton adegan kekerasan dalam film atau tayangan kriminal, misalnya? Karena hal itu, anak-anak akan sangat berpotensi untuk kehilangan keceriaan dan kepolosan mereka karena masuknya persoalan orang dewasa dalam keseharian mereka
Kondisi di atas mengundang keprihatinan berbagai kalangan, antara lain Koalisi Nasional Hari Tanpa TV. Sejak lima tahun lalu Koalisi Nasional yang beranggotakan berbagai LSM di bidang pendidikan dan perlindungan anak, perguruan tinggi, organisasi mahasiswa; sekolah mulai dari TPA hingga SMA, di berbagai kota di Indonesia ini selalu mengadakan Hari Tanpa TV. Kegiatan ini selalu dilakukan setiap tahun pada hari Minggu di sekitar tanggal Hari Anak Nasional, 23 Juli. Gerakan ini memang ditujukan untuk merayakan Hari Anak Nasional. Tahun ini Hari Tanpa TV dilakukan pada Minggu, 25 Juli 2010. Sepanjang hari itu selama 24 jam TV sengaja dimatikan. Para orangtua atau guru biasanya dianjurkan untuk mengajak anak-anak mereka mengganti waktu menonton TV dengan kegiatan-kegiatan yang lebih mengeksplorasi aktivitas fisik, menyenangkan, dan lebih peduli pada lingkungan sekitar.
Tentu saja gerakan ini bukan gerakan anti TV. Beberapa menyalahpahaminya demikian. Satu hari tanpa TV tidak akan lantas membuat sebuah stasiun TV mengganti ”rating” dan ”share” sebagai tuhan mereka dan mengubah wajah tayangannya menjadi lebih ramah pada anak-anak dengan memberikan konten yang mendidik dan hiburan yang sehat. Konteks dari diadakannya gerakan ini adalah melindungi anak dari dampak negatif televisi. Ini adalah ungkapan keprihatinan masyarakat terhadap tayangan televisi yang tidak baik dan tidak aman bagi anak. Bagi orangtua dan guru gerakan ini mengingatkan tentang pentingnya mengatur kebiasaan anak menonton TV. Keterlibatan tiga pihak: masyarakat, orangtua, dan guru menjadi penting dalam hal ini. Tentu saja harapannya, jika banyak keluarga Indonesia dapat bersatu menolak tayangan yang tidak sehat bagi anak, maka industri penyiaran akan lebih memperhatikan hak masyarakat sebagai konsumen tayangan TV.
Lantas apa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengganti kebiasaan anak menonton TV pada hari itu? Ciptakan saja aktivitas-aktivitas yang menyenangkan. Izinkan diri kita bersama anak-anak merasakan keterikatan dengan kehidupan yang nyata. Bisa dengan menikmati kegiatan membaca dengan pergi ke perpustakaan atau ke toko buku terdekat, mengobrol, bermain, mendaki, atau sekadar bercengkerama. Sejumlah aktivitas lain juga bisa dilakukan seperti bercocok tanam, sekadar jalan-jalan dan melihat awan, menulis surat, berjalan-jalan, berenang, bersepeda, mendengarkan radio atau membaca koran, belajar fotografi, memasak bersama ibu, membuat lomba antar-RT, berolah raga, aktif dalam bakti sosial, merapikan rumah dan halaman, mengerjakan keterampilan tangan, ke kebun binatang atau museum, dan masih banyak aktivitas lain yang bisa dilakukan bersama keluarga, tetangga, atau teman sebaya. Bahkan tidak ada salahnya menjadikan momen Hari Tanpa TV ini untuk mengajak seluruh anggota keluarga mengenal lebih jauh tentang budaya Cirebon misalnya; mengunjungi Keraton Kasepuhan, Kanoman, Sunyaragi, belajar membatik di desa Trusmi. Tidak sekadar kunjungan biasa, tapi jadikan ini hadiah bagi anak dan izinkan mereka memaknai bahwa bahkan tanpa TV waktu dapat terlewati dengan lebih berarti.
Untuk memperingati Hari Anak tanggal 23 Juli ini, untuk menunjukkan betapa kita peduli pada masa depan anak-anak Indonesia, mari kita mencoba sehari saja (dulu) mematikan TV di rumah dan menggantikannya dengan segala aktivitas yang mendekatkan anggota keluarga satu sama lain, dengan alam, dan lingkungan sekitar. Bisa dilakukan secara individual atau berkelompok dengan mengorganisasi diri dengan komunitas tempat Anda terlibat. Jika Anda memutuskan untuk tetap tinggal di rumah dan mengizinkan keluarga menghabiskan waktu bersama, berikut adalah tips cara mematikan TV. Pertama, pindahkan TV ke tempat yang tidak begitu ‘mencolok’. Kedua, matikan TV pada waktu makan. Pindahkan TV dari kamar anak Anda. Ketiga, sembunyikan remote control-nya.
Jika hendak berpartisipasi lebih dari sekadar itu Anda dapat menyampaikannya ke kritismedia@gmail.com; SMS 0812-1002.4009; dan fax: 021-8690.5680. Info lebih jauh dapat dilihat di situs http://www.kidia.org atau facebook dan twitter (Hari tanpa TV; No TV Day). Dukungan Anda akan disampaikan ke industri penyiaran, Komisi Penyiaran Indonesia, Depkominfo, Komisi I DPR-RI agar menjadi perhatian. Dan satu lagi, di artikel ini saya menyisipkan gambar yang dapat Anda cetak dan menempelkannya di layar TV anda, malam sebelum Hari Tanpa TV.
Terakhir, selamat Hari Anak Nasional. Selamat memaknai hari tanpa TV!
( http://cirebonews.com/citizen-journalism/3127-Memaknai-Hari-Anak-Tanpa.html )